Mereka banyak memberikan teladan dalam amal. Baik amal yang harus kita siarkan sebagaimana Abu Bakar yang menginfaqkan seluruh hartanya untuk keperluan jihad fi sabilillah, juga tentang amal-amal yang seharusnya disembunyikan demi menjaga keikhlasan hati pelakunya. Dua hal ini, dibolehkan dalam Islam. karena yang terpenting bukan disembunyikan atau disiarkan, tapi bagaimana amal itu bisa dilakukan dengan ikhlas, karena Allah saja.
Ada seorang sahabat Rasulullah yang tidak dikenal namanya. Karena ingin menjaga hati, beliau memutuskan untuk melakukan sedekah di malam hari. Dua tujuannya; agar tidak mengetahui siapa yang menerima sedekahnya dan agar tidak diketahui siapa pemberi sedekah itu. Tentu, niat besarnya adalah mengharapkan ridho dan surganya Allah.
Malam pertama berlangsung. Ketika keluar rumah membawa harta yang hendak disedekahkan, dia mendapati sesosok bayangan tubuh di depannya. Kemudian dihampiri, mengucap salam, lalu memberikan sedekahnya. Tanpa banyak kata, sahabat itu kemudian berlalu meninggalkan penerima sedekahnya itu.
Keesokan harinya, beredar kabar, “Semalam ada orang yang bersedekah. Tapi tidak tahu siapa pelakunya. Sayangnya, dia salah alamat. Yang diberinya sedekah adalah seorang pencuri.” Mendengar kabar itu, sahabat pemberi sedekah itu hanya diam dan membatin, “Ya Allah, mengapa sedekahku salah alamat?”
Malam kedua, beliau tetap menjalankan aksinya. Setelah berlalu beberapa jarak dari kediamannya, ditemuilah sesosok manusia di hadapannya. Dihampiri, lalu disampaikannya sesuatu untuk orang yang tak dikenalnya itu, “Ini ada rejeki, saya sedekahkan untuk kamu.” Tak lama, beliau langsung berpamit, sebelum diketahui identitasnya.
Sayangnya, kejadian pertama terulang kembali. Beredar kabar di masayarakat kala itu, bahwa semalam adalagi orang yang bersedekah. Dan, salah alamat lagi. Jika kemarin yang diberi sedekah adalah seorang pencuri, malam ini yang menerima sedekah adalah seorang pelacur.
Kaget, sahabat pemberi sedekah kemudian tertegun sembari terus memeriksa niatnya. Hingga kemudian, dia tak berhenti untuk melakukan amal tersembunyinya itu.
Malam berikutnya, sahabat ini kembali melancarkan niatnya. Ditemuilah orang tak dikenal di tengah jalan, lalu diberinya sedekah. Serupa, seperti dua malam berikutnya. Sesegera mungkin beliau berpamit, sebelum tercium identitasnya oleh penerima sedekah.
Pagi harinya, beredar kabar lagi. Bahwa malam tadi, ada orang yang memberikan sedekah. Tapi, lagi-lagi, salah alamat. Orang ketiga yang menerima sedekahnya adalah orang yang paling pelit di kampung itu.
Ia yang beramal shalih, kemudian berdoa, seraya memohon ampun, “Astaghfirullahal ‘adhiim… Ya Allah, ampunilah dosaku. Sungguh, aku berniat sedekah murni karenaMu. Bukan karena selainMu. Ya Allah, luruskanlah niat sedekah hambaMu ini.”
Doa yang tulus, perlambang niat. Beriring sesal dan tetes air mata, jika ternyata selama ini niatnya tak ikhlas, bukan karena Allah yang telah menciptakan dirinya. Hingga kemudian, berlakulah takdir yang sama sekali tidak pernah disangkakan dan menjadi bukti bahwa ketika niat seseorang tulus, maka Allah akan memberikan jalan terbaik untuk mewujudkan niatnya itu.
Pencuri yang menerima sedekah itu kemudian berfikir, “Ngapain saya mencuri? Jika masih ada orang baik hati yang memberikan sedekah? Bukankah harta yang diperoleh dari mencuri akan mempunyai kesudahan yang tidak baik?” Allah berkehendak, kemudian pencuri itu bertaubat dari aksi bejatnya, untuk selama-lamanya.
Di tempat lain, pelacur yang menerima sedekah itu, kemudian bergumam dalam hatinya, “Mengapa saya harus melacur terus-terusan? Bukankah ini perbuatan zina yang dilarang Allah dan RasulNya? Padahal, rejeki itu bisa datang darimana saja, termasuk dari sedekah yang saya peroleh malam itu dari orang yang sama sekali tidak saya kenal? Jika dalam keadaan melacur saja ada rejeki dari arah lain melalui sedekah, bukankah dengan ketaatan akan membuka banyak pintu lain sehinga saya bisa hidup dari sumber rejeki yang lebih baik?” Allah Maha Memberi Petunjuk, pelacur itu pun dikisahkan bertaubat.
Sementara orang yang paling pelit, sibuk berfikir, “Siapakah orang yang telah memberikan sedekah kepadaku malam itu? Bukankah aku ini orang kaya? Mengapa ada orang baik hati yang bersedekah kepada orang kaya raya sepertiku? Bukankah tidak menutup kemungkinan bahwa dia lebih miskin dari diriku? Jika dia yang miskin saja bersedekah, mengapa saya harus menjadi orang yang pelit? Bukankah harta yang akan bermanfaat adalah harta yang diberikan kepada sesama kita?” Allah Maha Kuasa, lantaran sedekah dari orang tak dikenal malam itu, orang terpelit di kampungnya itu akhirnya bertaubat.
Allahu akbar walillahil hamd. Sekilas, sang pemberi sedekah merasa bahwa dia telah salah alamat dalam memberikan sedekahnya. Tapi dalam penilaian Allah, tak pernah ada yang luput atau salah. Semua dinilai berdasarkan niat dan cara memperolehnya. Semoga kisah ini membuat kita untuk terus menerus beramal shalih. Karena kita tidak tahu, dari sedikit amal kita itu, mana yang bisa mengantarkan kita kepada surga dan ridhoNya. []
Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com
*http://www.bersamadakwah.com/2014/03/sedekah-salah-alamat.html
0 Response to "Sedekah Salah Alamat?"
Posting Komentar